Jumat, 03 Juni 2016

Sistem Kepartaian Masa Demokrasi Liberal

Sistem politik pada masa demokrasi liberal banyak melahirkan partai-partai baru, seperti NU, PIR (Partai Indonesia Raya) sehingga sistem kepartaian yang dianut pada masa Demokrasi Liberal adalah multipartai. Partai-partai tersebut berlomba agar mendapat kursi di parlemen, namun ada dua partai kuat dalam parlemen yang silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet, yaitu PNI dan Masyumi. Hal ini dapat dilihat dalam kabinet-kabinet mulai dari kabinet Natsir (Masyumi), kabinet Soekirman (PNI), kabinet Wilopo (PNI).

Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh, merebut dan mempertahankan kekuasaan secara konstitusional. Jadi munculnya partai politik erat kaitannya dengan kekuasaan. Keberadaan parlemen, dalam hal ini DPR dan MPR pada masa demokrasi liberal, tidak terlepas dari kebutuhan adanya perangkat organisasi politik, yaitu partai politik.

Pada 23 Agustus 1945 Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan Partai Nasional Indonesia sebagai partai tunggal, namun keinginan Presiden Soekarno tidak dapat diwujudkan. Gagasan pembentukan partai baru muncul lagi ketika pemerintah mengeluarkan maklumat pemerintah pada tanggal 3 November 1945. Maklumat Politik 3 November 1945, yang dikeluarkan oleh Moh. Hatta, hadir sebagai sebuah peraturan dari pemerintah Indonesia yang bertujuan mengakomodasi suara rakyat yang majemuk. Adapun isi Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang dimaksud ialah :
  1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, krena dengan adanya partai-partai itulah segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat dipimpin kejalan yang teratur.
  2.  Pemerintah berharap supaya partai-partau itu telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat dalam bulan januari 1946.
demokrasi liberal
Melalui maklumat inilah gagasan pembentukan partai-partai politik dimunculkan kembali dan berhasil membentuk partai-partai politik baru. Beberapa partai politik yang didirikan antara lain sebagai berikut.
  1. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan pimpinan Dr. Sukirman Wiryosanjoyo didirikan pada 7 November 1945
  2. Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan pimpinan Sidik Joyosukarto didirikan pada29 Januari 1945
  3. Partai Sosialis Indonesia (PSI) dengan pimpinan Amir Syarifuddin didirikan pada 20 November 1945
  4. Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan pimpinan Mr. Moh. Yusuf didirikan pada 7 November 1945
  5. Partai Buruh Indonesia (PBI) dengan pimpinan Nyono didirikan pada 8 November 1945
  6. Partai Rakyat Jelata (PRJ) dengan pimpinan Sutan Dewanis didirikan pada 8 November 1945
  7. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dengan pimpinan Ds. Probowinoto didirikan 10 November 1945
  8. Partai Rakyat Sosialis (PRS) dengan pimpinan Sutan Syahrir didirikan pada 20 November 1945
  9. Persatuan Marhaen Indonesia (Permai) dengan pimpinan JB Assa didirikan pada 17 Desember 1945
  10. Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI) dengan pimpinan IJ Kassimo didirikan pada 8 Desember 1945

Ciri-ciri Partai Politik Demokrasi Liberal
  1. Konflik politik tidak lagi bersifat ideologis kepartaian, tapi sudah kepada kepentingan
  2. Terjadinya pengkubuan politik yang lintas partaidan lintas ideologi
  3. Kepartaian mengarah kepada konstelasi politik aliran (abangan, priyayi, & santri)
  4. Konflik yang terjadi di internal TNI AD, sangat mempengaruhi konflik internal partai politik
  5. Penguatan figuritas Soekarno di partai-partai politik

Sistem kepartaian yang dianut pada masa demokrasi liberal adalah multi partai (banyak partai) dengan tujuan agar memudahkan dalam mengontrol perjuangan lebih lanjut. Hatta juga menyebutkan bahwa pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah dapat mengukur kekuatan perjuangan kita dan untuk mempermudah meminta tanggung awab kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan.

Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. Hal inilah yang menyebabkan pada era ini sering terjadi pergantian kabinet, kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya yang menyebabkan terjadinya instabilitas nasional baik di bidang politik, sosial ekonomi dan keamanan. Kondisi inilah yang mendorong Presiden Soekarno mencari solusi untuk membangun kehidupan politik Indonesia yang akhirnya membawa Indonesia dari sistem demokrasi liberal menuju demokrasi terpimpin.

1 komentar: